Breaking News
Loading...
Rabu, 27 Agustus 2014

Tempe dan Telur yang Hangus

Malam yang dingin disapu gerimis dan kabut tipis, membuatku mengigil kedinginan. Saya teringat dengan masakan ibu di malam itu dengan kondisi yang serupa.
Ibu yang bangun sejak pagi, tak kenal lelah bekerja keras sepanjang hari. Ia membereskan rumah seorang diri, hingga tiba jam makan malam pun ibu masih saja sibuk sendiri di dapur kecil kami.
Tepat jam tujuh malam ibu selesai menghidangkan makan malam untuk ayah, sangat sederhana, berupa telur mata kerbau, tempe goreng, sambal ikan bilis dan nasi.
Sayangnya, kerana sibuk mengurusi adik yang merengek, tempe dan telor gorengnya sedikit hangus.
Saya melihat ibu sedikit panik, tapi tidak dapat berbuat apa. Minyak goreng pun sudah habis.
Kami menunggu dengan tegang, apa reaksi ayah yang pulang kerja? Sudah letih, kemudian melihat makan malamnya hanya dengan tempe dan telur hangus.
Namun sungguh luar biasa! Ayah dengan tenang menikmati dan memakan semua yang disiapkan ibu dengan senyuman yang tak hilang dari pandangan.
Ayah bahkan berkata, “Bu terima kasih ya!” Lalu ayah juga menanyakan kegiatan saya dan adik di sekolah.
Selesai makan, masih di meja makan, saya mendengar ibu meminta maaf kerana telor dan tempe yang hangus itu.
Dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang ayah katakan:
“Sayang, aku suka telor dan tempe yang hangus.”
Sebelum tidur, saya pergi ke bilik ayah dan bertanya, “Apakah ayah benar-benar menyukai telur dan tempe hangus?”
Ayah memeluk saya dengan kedua lengannya erat sekali sambil berkata, “Anakku, ibu sudah bekerja keras sepanjang hari dan dia benar-benar sudah letih . Jadi, sepotong telor dan tempe yang hangus tidak akan menyakiti siapa pun anakku.”


0 comments :

Posting Komentar

Back To Top